Translate

Minggu, 06 Februari 2011

Wanita Indonesia

WANITA INDONESIA, SEBUAH KRITIK TENTANG KEBEBASAN

Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat. Emansipasi saat ini lebih sering digunakan dalam permasalahan perempuan. Emansipasi wanita, persamaan derajat antara kaum pria dan wanita. Di Indonesia, gerakan emansipasi ini dipelopori oleh R.A Kartini, seorang perempuan yang identik dengan suasana keraton. Dipelopori oleh sosok inilah kemudian wanita Indonesia berkembang menjadi wanita terdidik dan mampu diandalkan selayaknya kaum pria.

Perempuan kini telah dapat pula turut berpartisipasi dalam perkembangan negara dan dunia. Wanita saat ini tidak hanya bisa berkarya di dapur rumah tangga namun mereka bebas berkarya di tempat dan bidang lain selain kerumahtanggaan. Emansipasi wanita Indonesia sendiri telah memunculkan tokoh-tokoh wanita karismatik di banyak bidang semisal Sri Mulyani, Meutia Hatta, dan Megawati. Namun, kita perlu pula berkaca pada efek samping dari isu ini.

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat 824 kasus pembuangan bayi sepanjang tahun 2009-2010. Pada tahun 2008, tercatat ada 102 bayi dibuang. Berita lainnya, pada kurun waktu 2006-2010, Komnas PA menemukan fakta ada 4.382 laporan tentang anak yang diaborsi. Data tersebut adalah data yang terlaporkan, tentunya besar kemungkinan jumlah riil di lapangan adalah lebih dari itu. Selain itu, tingkat aborsi terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari hasil Focus Group Discussion yang diadakan Komnas PA dengan 4.726 anak-anak pelajar Sekolah Menengah Atas di 12 kota besar, pada 2009 lalu, terungkap sejumlah data mengejutkan. Sekitar 21,22% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi, dengan berbagai alasan. Angka itu tak mengejutkan mengingat tak kurang dari 93,73% responden mengaku pernah berhubungan seksual dengan teman sebaya, pacar, atau orang lain.

Perempuan diciptakan untuk menjadi seorang ibu yang bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya, meskipun sebenarnya kewajiban mendidik itu tidak hanya milik seorang ibu. Menilik dari data-data yang saya sebutkan diatas tampaknya peran perempuan dan pengertian kebebasan telah disalahterapkan, terutama oleh remaja sekarang. Terpaan badai sekularisme telah banyak membuat wanita menjadi korban. Wanita lah yang pertama disalahkan atas kelahiran bayi-bayi yang tidak diinginkan dan wanita pulalah yang pertama merasa sakit atas kehilangan bayi-bayi tersebut.

Wanita Indonesia selayaknya mampu menyaring, memilah dan kemudian menerapkan budaya manakah yang sesuai dengan jati diri kita. Emansipasi yang telah kita raih sudah selayaknya kita gunakan sesuai dengan maksud sang pelopor. Paradigma dan fenomena wanita Indonesia kini memang telah berubah. Wanita Indonesia kini telah memperoleh kesempatan seluas-luasnya dalam kehidupan sosial masyarakat utamanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi dan bekerja pada berbagai posisi tingkatan peluang yang ada. Tetapi kebebasan tersebut janganlah kemudian dijadikan alasan untuk mengabaikan aturan budaya yang ada. Kebebasan yang telah kita peroleh seharusnya kita gunakan dengan penuh tanggung jawab dan bukan untuk merusak warna dan makna wanita itu sendiri. (Rei)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar