Translate

Rabu, 21 Desember 2011

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN : ANTARA SIAP DAN TIDAK

Setelah dipusingkan dengan kesiapan Indonesia menghadapi ASEAN-China Free Trade Arean (ACFTA), kali ini Indonesia kembali dihadapkan pada salah satu bentuk integrasi ekonomi yang lain, yaitu ASEAN Economic Community (AEC). Pada Bali Summit bulan Oktober 2003 lalu, para pemimpin ASEAN mendeklarasikan bahwa AEC seharusnya menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional 2020. Selain AEC, ASEAN Security Community dan ASEAN Socio-Cultural Community adalah dua kesatuan pilar yang menggambarkan ASEAN Community. Keseluruhan pilar tersebut diharapkan akan terwujud dalam satu wadah yang bernama ASEAN Community.

Konsep utama dari AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Konsep tersebut diharapkan dapat membentuk kawasan ini lebih dinamis serta kompetitif dibanding kawasan lainnya melalui mekanisme dan pengukuran baru.

Sebagai kelanjutan rencana tersebut, ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) yang diadakan di bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, para pemimpin ASEAN menyetujui pengembangan sebuah blueprint untuk memajukan AEC dengan mengidentifikasikan karakteristik dan elemen AEC 2015 yang konsisten dengan Bali Concord II. Blueprint ini berisikan rencana-rencana strategis pengimplementasian ASEAN Economic Community lengkap dengan target dan timeline yang jelas. Dalam blueprint Masyarakat Ekonomi ASEAN itu terdapat empat pilar pendekatan strategis. Yakni menuju pasar tunggal dan basis produksi, menuju wilayah ekonomi yang berdaya saing tinggi, menuju kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang, dan menuju integrasi penuh dengan ekonomi global. Dari empat pilar tersebut pun dibagi lagi menjadi beberapa elemen inti pengimplementasian. Untuk mengukur kesiapan semua pihak dalam mengadopsi pilar-pilar pelaksanaan AEC tersebut, dibuat semacam buku penilaian (AEC scorecard). Melalui buku penilaian tersebut tingkat pengimplementasian blueprint setiap anggota dapat dipantau.
Kesiapan Negara Anggota

Berbicara mengenai integrasi ekonomi ASEAN, pertanyaan yang muncul pertama adalah sudah siapkah?Meskipun AEC secara menyeluruh baru akan diterapkan pada tahun 2020, dalam artian saat ini masih dalam tahap persiapan, tetapi beberapa pihak meragukan kesiapan negara-negara ASEAN dalam menerapkan AEC. Mengapa? Usut punya usut ternyata keraguan tersebut lebih disebabkan oleh tingginya tingkat disparitas ekonomi antar negara-negara ASEAN. Semisal pendapatan perkapita, pendapatan perkapita paling tinggi diraih oleh Singapura dengan US$ 41 ribu sekian, sedangkan yang terendah dimiliki oleh Myanmar dengan hanya (jika dikomparasi dengan Singapura) US$ 468. Jika dihitung selisihnya sangat jauh, lebih dari US$ 40 ribu. Berikut adalah data GNI per capita negara ASEAN berdasarkan data World Bank terakhir (2010).


No Negara GNI/Capita (US$)
1 Filipina 2060
2 Kamboja 760
3 Vietnam 1110
4 Thailand 4150
5 Laos 1040
6 Malaysia 7760
7 Singapura 41430
8 Brunei 31800
9 Indonesia 2500
10 Myanmar 468

Para pemimpin ASEAN sendiri menyadari ketimpangan tersebut, karena itu penerapan AEC ini akan bertahap. Enam negara di ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam, dianggap berada pada posisi yang siap dan akan mengimplementasikan AEC pada akhir tahun 2015. Sedangkan empat negara lain, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam membutuhkan sedikit waktu tambahan. Pada tahun 2020 diharapkan seluruh anggota ASEAN dapat terintegrasi dalam satu wadah, yaitu AEC.

Selain disparitas, ada hal-hal lain yang juga membuat beberapa pihak meragukan kesuksesan AEC. Menurut Sanchita Basu Das, seorang pengamat dari Singapura, dalam mencapai target yang telah ditentukan membutuhkan kerjasama dan koordinasi antar berbagai sektor ekonomi. Setiap negara anggota harus bertindak harmonis antara kepentingan nasional dan regional guna memperkecil kesenjangan diantara mereka. Menurut dia, saat ini beberapa negara ASEAN masih belum menerapkan liberalisasi ekonomi secara penuh. Beberapa negara masih memberi proteksi pada sektor-sektor usaha tertentu, utamanya jasa. Selain itu, beberapa negara seperti Kamboja, Laos dan Myanmar memiliki perbedaan tingkat pembangunan insfrastruktur yang jauh dengan negara-negara ASEAN lain. Hal-hal tersebut tentunya akan menjadi batu hambatan besar dalam mengintegrasikan ekonomi ASEAN.

Selain itu, jika berkaca pada pembentukan dan penerapan Uni Ekonomi Eropa (UEE) yang memakan waktu kurang lebih dua puluh tahun, bisakah implementasi AEC benar-benar diterapkan pada tahun 2020? Menilik pada kondisi negara-negara Eropa yang memiliki corak ekonomi, politik, sosial dan budaya yang tidak terlalu berbeda jauh. Salah satu pilar utama pengimplementasian AEC adalah menuju kawasan dengan pembangunan ekonomi yang seimbang. Padahal berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan angka disparitas negara negara anggota ASEAN sangat tinggi.

Di sisi lain, ada beberapa pihak yang optimis akan penerapan AEC. Bagi Indonesia sendiri, merujuk pada AEC Scorecard, semua pilar sudah mencapai perkembangan di atas 99 persen. Lima negara di ASEAN lain, yakni Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam, berada pada posisi yang siap. Sedangkan empat negara lainnya, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam yang membutuhkan sedikit waktu tambahan khususnya untuk lebih mengonsolidasikan diri dalam AEC. Negara-negara tersebut sudah mengimplementasikan blueprint AEC hampir 98 persen, sehingga diharapkan pada 2017 sudah bisa terintegrasi secara penuh.



Selain itu, terkait proses pelaksanaan integrasi ASEAN, tujuh negara ASEAN, Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam, akan melakukan uji coba penerapan ASEAN Single Window (ASW) pada 2012. Uji coba tersebut dilakukan selama 1 tahun untuk mengetahui sejauh mana sistem tersebut dapat diimplementasikan dan sekaligus dijadikan sebagai evaluasi untuk perbaikan-perbaikan di masa mendatang. Sedangkan bagi tiga negara yang lain, Kamboja, Laos, dan Myanmar, ASW merupakan sistem yang dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi dan kecepatan dalam pelayanan ekspor-impor.

Pengimplementasian salah satu pilar AEC pun sudah mengalami kemajuan yang signifikan, yaitu pilar menuju pasar tunggal dan basis produksi. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian dan Perdagangan Indonesia, saat ini tarif bea masuk saat ini di antara negara-negara ASEAN 99 persen sudah berada dalam posisi nol. Berdasarkan ATIGA, disepakati 54.467 pos tarif dinolkan bea masuknya atau 99,65% dari pos tarif barang yang diperdagangkan dalam AFTA untuk ASEAN-6 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, Brunei Darussalam). Termasuk di dalamnya makanan olahan.

Meskipun waktu menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN tinggal empat tahun lagi, pihak-pihak yang optimistis, menyatakan bahwa meskipun Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya menyadari dan telah mengantisipasi bahwa 2015 tidak mungkin semuanya sempurna 100 persen. Sehingga, dalam rangka menuju AEC 2015, pihak-pihak yang bersangkutan tidak hanya berpikir bagaimana melangkah ke depan, melainkan juga mengonsolidasikan kekurangan-kekurangan apa yang terjadi selama ini.

Saya setuju dengan pernyataan Menteri Perdagangan RI yang mengatakan bahwa ketimpangan pertumbuhan antar negara harus dicegah, sehingga tidak ada satu negara yang tumbuh sangat pesat sementara lainnya sangat lamban. Tujuan dari integrasi ekonomi adalah bagaimana gap diperkecil. Ini benefit dari integrasi ekonomi dan harus dikejar. Mari menyebutkan, adanya kesenjangan tidak bisa dilihat dari produk masing-masing negara ataupun sektor-sektor usahanya, namun harus dilihat dari perkembangan ekonominya. "Anda bisa lihat Laos dan Myanmar mungkin yang paling underdeveloped dibanding Singapura. Ini sudah menunjukkan disparitas karena memang tingkat pembangunannya lain-lain," katanya. (Imaroh) - published in Mading Depan LPPM Sektor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar